Dimana si duit itu terkontrol ketat? Kontrol ketatnya justru di pusat duit, yakni kekuasaan dan pasar.
Kekuasaan itu termasuk pusat duit, penguasa banyak yang kaya raya. Namun justru di dalam kekuasaan, kontrol duit sangat ketat. Di negara kita saja, harta kekayaan pejabat harus aktif dilaporkan, bahkan gratifikasi juga dilarang. Bagi Anda biasa saja terima hadiah dari orang lain, tetapi bagi pejabat politik itu merupakan gratifikasi harta yang selalu dikontrol ketat oleh negara.
Pasar juga pusat duit, namun di situ kontrol duit justru sangat ketat. Di pasar, uang 500 rupiah menjadi momok menakutkan bagi penjual dan pembeli. Iya, gara-gara selisih harga 500 rupiah, pelanggan bisa pindah langganan, gara-gara 500 rupiah, penjual dan pembeli bisa batal transaksi. Di pasar, 500 rupiah saja dikontrol, padahal di rumah Anda, 500 rupiah tergeletak di di rak tidak terurus.
Di dalam kekuasaan, harta milik sendiri harus dilapor-laporkan ke negara, dapat hadiah juga hal wajar dalam kehidupan sehari-hari tetapi dalam kekuasaan terkena undang-undang grafitikasi. Di pasar, 500 rupiah jadi momok seram yang mengontrol aktifitas kehidupan. Ada apa? Kenapa di pusat duit justru terjadi kontrol dari duit yang sangat ketat?
Terjadinya kontrol ketat duit di pusat-pusat duit terjadi karena rasa murah hati di wilayah-wilayah tersebut sangat rentan.
Di wilayah kekuasaan, permainan politik seringkali menggerus rasa murah hati kemanusiaan. Dengan tega teman mengkhianati teman, atasan mengkhianati bawahan, main telikung musuh politik jadi hal biasa, saling caci, saling maki, saling menjatuhkan, saling berebut, saling sikut, dan rasa-rasa ketiadaan rasa murah hati lainnya menjadi karakter khas politik. Tidak ada teman abadi, yang ada hanya kepentingan abadi, begitulah slogan politik, indikasi kalau di dalam sistem politik itu sangat minimalis rasa murah hati.
Dulu Rizieq Syihab adu jotos dengan Ahmad Dani di berbagai kasus, kini Rizieq Syihab dan Ahmad Dani sohiban erat karena ada kepentingan politik yang sama, tidak ada teman abadi yang ada hanya kepentingan abadi.
Riskan rasa murah hati itulah sistem politik, dalam Islam, empat Khulafaur Rasyidin saja yang selamat dari pembunuhan sadis hanya Abu Bakr Ash-Shiddiq, lainnya mati bersimbah darah. Malahan pasca pembunuhan Utsman bin Affan, konflik politik Islam makin memanas.
ﻋَﻦْ ﻳَﺤْﻴَﻰ ﺑْﻦْ ﺳَﻌِﻴﺪِ ﺑْﻦِ ﺍﻟْﻤُﺴَﻴَّﺐِ ﻭَﻗَﻌَﺖِ ﺍﻟْﻔِﺘْﻨَﺔُ ﺍﻷُﻭﻟَﻰ ﻳَﻌْﻨِﻲ ﻣَﻘْﺘَﻞَ ﻋُﺜْﻤَﺎﻥَ ﻓَﻠَﻢْ ﺗُﺒْﻖِ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺑَﺪْﺭٍ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﺛُﻢَّ ﻭَﻗَﻌَﺖِ ﺍﻟْﻔِﺘْﻨَﺔُ ﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔُ ﻳَﻌْﻨِﻲ ﺍﻟْﺤَﺮَّﺓَ ﻓَﻠَﻢْ ﺗُﺒْﻖِ ﻣِﻦْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟْﺤُﺪَﻳْﺒِﻴَﺔِ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﺛُﻢَّ ﻭَﻗَﻌَﺖِ ﺍﻟﺜَّﺎﻟِﺜَﺔُ، ﻓَﻠَﻢْ ﺗَﺮْﺗَﻔِﻊْ ﻭَﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻃَﺒَﺎﺥٌ .
"Dari Yahya bin Sa'id dari Sa'id bin Al Musayyab, "Fitnah pertama kali muncul, yaitu terbunuhnya Utsman, maka tidak ada seorang pun dari ahli badr yang tersisa. Kemudian muncul fitnah kedua, yaitu peristiwa harrah, tidak ada seorangpun dari sahabat ahli Hudaibiyyah yang tersisa. Kemudian terjadi fitnah ketiga, dan fitnah itu tidak berkesudahan sehingga manusia tidak lagi memiliki kekuatan." (H.R. Bukhari)
Hasilnya, ketika rasa murah hati tidak ada, maka sistem politik mewujudjan jabatan lalu jabatan tersebut nengalirkan duit, duit yang mengalir dari energi politik adalah duit yang terkontrol ketat.
Demikian halnya sistem pasar. Di pasar sangat minimalis rasa murah hati, penjual datang ke pasar untuk cari untung, pembeli datang ke pasar untuk cari harga murah. Di pasar yang ada hanya kepentingan diri yang cari untung, sangat riskan rasa murah hati, hasilnya uang 500 rupiah saja terkontrol ketat oleh penjual dan pembeli.
ﺃَﺣَﺐُّ ﺍﻟْﺒِﻠَﺎﺩِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻣَﺴَﺎﺟِﺪُﻫَﺎ، ﻭَﺃَﺑْﻐَﺾُ ﺍﻟْﺒِﻠَﺎﺩِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﺳْﻮَﺍﻗُﻬَﺎ
“Tempat yang paling Alla cintai adalah masjid. Dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar” (H.R. Muslim)
Kenapa muncul hadits demikian? Itu disebabkan pasar memang wilayah riskan dari rasa murah hati.
Dengan begitu apa berarti politik dan pasar itu barang najis? Yang tidak. Kalau tidak ada politik, tatanan negara juga tidak ada, apa lagi kalau sampai tidak ada pasar, bisa jadi peradaban manusia runtuh. Artinya, uraian saya di atas hanya sedang menjelaskan kalau sistem politik dan sistem pasar itu satu sistem yang miskin rasa murah hati, akibatnya energi uang yang masuk adalah uang yang mengontrol kehidupan.
Duit adalah energi. Energi harmoni duit tidak lain adalah rasa murah hati yang terus dipupuk dalam kehidupan.
Kadang saya gelengkan kepala kalau menilik akun Guru Putu S. Kardha . Sebentar-sebentar beliau nerbitkan status fb, "Stop order Gib's."
Awalnya hanya passion pada fast food yang menyehatkan badan, seperti jenis makanan vegan. Ilmu fast food yang beliau tekuni lalu dengan "murah hati" beliau bagikan di fb dan instragram. Siapa yang bayar beliau lama-lama mengetik artikel hanya untuk dibagikan cuma-cuma? Tidak ada yang bayar. Dari iseng berbagi tulisan, sekarang saya sering dengar beliau teriak-teriak kewalahan terima orderan online. Tentu, dari orderan makanan alami yang beliau terima, melimpahkan tambahan duit dan kebahagiaan.
Rumusnya Mbak Putu S. Kardha ya "rumus murah hati" berbagi ilmu.
Minggu kemarin saya bertamu ke restaurant Omah WK di Cilacap milik Sony Rizal Triandianto . Restaurant spesial seafood dengan slogan "Rasa yang Sebenarnya" ini terus naik daun. Mas Sony sebentar-sebentar teriak, "Ramai, Gus. Lancar, Gus. Laris, Gus."
Apa yang dilakukan Mas Sony mencapai kemajuan bisnis restaurantnya? Program Mas Sony ternyata "program murah hati". Setiap Senin dan Kamis, restaurantnya membagikan makanan gratis untuk yang puasa Senin Kamis.
Jadi selalu ada karakter "murah hati" di balik sebuah keberlimpahan hidup. Itulah bagaimana energi rasa murah hati berpengaruh pada rezeki dan kebahagiaan.
Banyak orang menyimpan ilmu dan harta dan hanya akan dikeluarkan jika menguntungkan dirinya.
Nunggu training dan workshopnya dibeli orang, ilmunya terus-terusan digenggam rekat, tidak diberikan kalau tidak dibayar. Iklan dan tawarkan dagangan kesana-kemari agar dagangannya dibeli orang, namun mengeluarkan nafkah wajib untuk istri saja masih ketakutan.
Tidak demikian sistem prosperity alam semesta. Rezeki harmoni justru dibangun dari rasa murah hati. Berbagi ilmu tidak usah menunggu dibayar, segera lepas saja, Mbak Putu S. Kardha sudah membuktikan. Peroleh rezeki tidak usah menunggu dagangannya dibeli orang, berbagi dan sedekah saja semaksimal mungkin, nanti kran rezeki terbuka sendiri, Mas Sony dengan Omah WK-nya membuktikan.
Wilayah duit itu wilayah materialisme, jika duit mengontrol hati Anda maka Anda menjadi "orang matre", hidupnya dikontrol oleh duit. Miskin dikontrol duit, kaya juga dikontrol duit, sementara kesejatian Anda sebagai makhluk berbudi luhur tidak ditemukan sama sekali.
Setiap Idul Fitri, Anda bisa melihat bagaimana berlimpahnya masyarakat di sekitar Anda. Warga miskin berbahagia, mereka banyak mendapat uluran materi dari yang kaya, bukan hanya zakat fitrah, dari THR, open house, hadiah, pesangon, dan lain-lain banyak mereka dapatkan. Yang kaya juga tampak bahagia karena dengan sadar ingin berbagi keberuntungan rezeki.
Apa yang memicu kemakmuran saat Idul Fitri? Adanya rasa murah hati untuk saling memaafkan dan mendokan.
Bukan halnya Idul Fitri, mungkin semua perayaan hari besar setiap agama, di mana di perayaan tersebut hati nurani manusia diajak untuk banyak bertenggang rasa, bermurah hati, di situ kemakmuran tercipta, tahun baru Imlek dengan sistem Angpao, misalkan. Bahkan suku pedalaman Papua bisa merasakan makan nasi selama full seminggu ketika Hari Raya Natal tiba, pada hari-hari normal mereka hanya menemukan Sagu untuk makanan sehari-hari dan paling banter sebulan sekali makan nasi.
Jadi prosperity alam semesta itu bukan sistem jual beli, bukan sistem profit dan income, tetapi satu sistem yang dibangun "rasa murah hati".
Murah hati dalam ego dengan mudah memaafkan, tidak mendendam, sedikit marah, banyak berbahagia, banyak tersenyum, berkasih sayang dan lain-lain. Murah hati dalam harta dengan memberi nafkah sebaik-baiknya pada keluarga, zakat, sedekah, mengangkat anak asuh, dan lain-lain. Murah hati dalam ilmu dengan banyak berbagi ilmu untuk mengajak orang lain berkesadaran lebih baik, dan lain-lain. Segala kemurahan hati itulah pusat harmoni prosperity.
Suatu hari Ali bin Abi Thalib sedang berjalan melewati para sahabatnya yang sedang membicarakan tentang muru’ah (kemurahan hati). Kemudian beliau berkata kepada mereka, “Kemana saja kalian (yang mencari kesana kemari tentang makna dari sesuatu) yang telah disebutkan dengan jelas di dalam Al-Qur’an?”
Mereka bertanya, “Wahai Ali, dimanakah letak ayatnya?”
Beliau menjawab, “Allah S.W.T berfirman,
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻳَﺄْﻣُﺮُ ﺑِﺎﻟْﻌَﺪْﻝِ ﻭَﺍﻹِﺣْﺴَﺎﻥِ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (Q.S. An-Nahl : 90)
Belum ada tanggapan untuk "Rezeki Menanyakan Kemurahan Hati"
Post a Comment